Antara Kebebasan, Kesakitan dan Kematian

Kategori Berita


Iklan Semua Halaman

.

Antara Kebebasan, Kesakitan dan Kematian

Minggu, 17 Mei 2020
Sekertaris Puskesmas Dompu Kota, Mulyadib AMD.Kep (foto/ist)

Oleh : Mulyadin AMD.Kep

Tugas tenaga kesehatan ditengah pandemi tentulah bukan hal yang mudah, dua peran berbeda yang mau tidak mau harus di jalani bersamaan dengan penuh resiko.
Terlebih lagi selain mereka memperhatikan kesehatan mereka sendiri, mereka juga harus extra memperhatikan kesehatan pasien mulai dari proses pemeriksaan sampai pada proses pemulangan pasien dengan status sehat atau sembuh.

Dalam melaksanakan tugasnya, tenaga kesehatan yang menjadi garda terdepan dalam menangani covid-19 mulai dari diagnosis, pengobatan, perawatan sampai pada proses penyembuhan pasien.

Seorang tenaga perawat dan dokter memiliki resiko tinggi tertular, tertekan, depresi, insomnia dan kecemasan. belum lagi tenaga kesehatan tersebut harus menjadi bagian dari kehidupan keluargannya di rumah, rasa takut anggota keluarganya tertular menjadi momok menakutkan bagi tenaga kesehatan.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan pada bulan januari sampai dengan februari terhadap 1.257 petugas kesehatan di 34 rumah sakit di wilayah China. Hasilnya, sungguh mengejutkan sebanyak 50,4% responden memiliki gejala depresi, 44,6% memiliki gejala kecemasan, 34,0% melaporkan gejala insomnia dan 71,5% melaporkan perasaan tertekan.

Dari data tersebut dapat di simpulkan bahwa jiwa dan raga tenaga kesehatan dalam tekanan yang luar biasa, bukan tidak mungkin akan mengalami stress hebat yang di rasakan hampir di tiap harinya.

Posisi tenaga kesehatan diibaratkan berada dalam tempurung kelapa yang terombang -ambing di tengah samudera. Antara bebas, sakit dan kematian selalu menghantui jiwa dan raganya.

Pengalaman hidup yang ekstrem yang dapat mengarah pada keadaan konflik dan pergolakan batin. Namun rasa takut itu mampu ditepis oleh sebuah kata yang namanya "Pengabdian".Tenaga kesehatan seperti pejuang dalam medan perang yang sudah diajari bagaimana menghadapi kebebasan, kesakitan dan kematian.

Seorang perawat panti jompo di Pleasant View Nursing Home, Maryland, Amerika Serikat yang sebelumnya menangani pasien positif corona, terinfeksi dan koma.
Dalam kondisi koma, istrinya meninggal.

Setelah dia tau bahwa istrinya meninggal, perawat tersebut meminta kepada dokter yang menangani untuk tidak memakai alat bantu pernapasan, diapun pasrah dan meninggal dunia menyusul istrinya. Begitupun kisah perawat yang bertugas di RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi, jawa barat, istrinya meninggal saat melaksanakan tugas.

Akhir -akhir ini seorang dokter di RS. Pratama Kecamatan Manggelewa Kabupaten Dompu tidak bisa menemani istri tercintanya sampai hembusan nafas terakhir karena tugas negara sebagai garda terdepan dalam penanganan covid -19. Masih banyak kisah perjuangan dan pilu tenaga kesehatan yang tak mampu di ceritakan satu persatu.

Tidak pernah terpikirkan oleh tenaga kesehatan untuk diasumsikan sebagai pahlawan.Tenaga kesehatan hanya ingin musibah ini berakhir. Mengabdi sekuat tenaga tanpa henti diyakini akan sangat membantu pemerintah dalam mencari jalan keluar mengatasi pandemi.

Pahlawan bukanlah sebuah kebanggaan, Tenaga kesehatan akan lebih bangga jika pemerintah menyadari keberadaan dan peran mereka sangat penting dalam situasi sulit.

Prioritaskan mereka dalam segala hal,bukan saja disaat rumitnya pandemi, akan tetapi bawalah nama mereka dalam rencana pembahasan kesejahteraan sumber daya manusia, sebagian besar di antara mereka yang berjuang adalah tenaga sukarela yang notabene tidak pernah disebutkan dalam peraturan menteri manapun.

*Penulis : Mulyadin, AMD.Kep adalah 
Sekretaris Puskesmas Dompu Kota dan 
Ketua DPK PPNI Puskesmas Dompu Kota*