Anggota Brimob Dompu Briptu Ari Laswardi Pratama Korban Pembacokan, Kecewa dengan Tuntutan JPU

Kategori Berita


Iklan Semua Halaman

.

Anggota Brimob Dompu Briptu Ari Laswardi Pratama Korban Pembacokan, Kecewa dengan Tuntutan JPU

Selasa, 27 September 2022
Para korban, didampingi kuasa hukumnya, saat memberikan keterangan pers pada sejumlah media di halaman belakang kantor PN Dompu (dok: Topikbidom.com)


Dompu, Topikbidom.com - Anggota Brimob, Briptu Ari Laswardi Pratama dan istrinya Ratu Devi Yeni (korban kasus penganiyaan berat) bersama seluruh keluarganya, mengaku kecewa dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Dompu, yang menuntut para pelaku penganiaya berat dengan hukuman penjara selama 6 tahun. 



Kekecewaan ini, diungkap usai mendengarkan pembacaan tuntutan oleh JPU pada persidangan tuntutan pidana dalam perkara tindak penganiyaan yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Dompu, Selasa (27/9/2022). "Saat persidangan tadi, kami kaget dan kecewa mendengar JPU membacakan tuntutan 6 tahun penjara terhadap para pelaku," ungkap Kuasa Hukum korban, Ahsahni SH MH, saat memberikan keterangan persnya di halaman belakang kantor PN Dompu. 



Padahal, berdasarkan fakta dan rentetan kejadian dalam kasus tersebut, murni tindak pidana Hukum yang sebelumnya sudah direncanakan para pelaku. "Mestinya JPU menuntut para pelaku dengan lebih dari itu (diatas 6 tahun hukuman penjara,red)," katanya. 



Ahsahni mengungkap, dari awal proses hukum ini ada banyak kejanggalan, baik pada tahan penyelidikan dan penyidikan. Bahkan, kasus ini sebelumnya diduga tidak pernah dilakukan gelar perkara. "Yang lebih anehnya lagi, selang waktu 20 hari setelah kejadian langsung diumumkan putusan dari terdakwa pertama yang berusia (umur) 16 tahun (dibawah umur) dengan tuntutan 1 tahun, 8 bulan," bebernya. 



Setelah divonis 1 tahun 8 bulan, terdakwa tidak dibawah ke LPKA Lombok Tengah (Mataram). Sebaliknya, malah berada di Lapas Dompu, tepatnya di Kecamatan Woja. "Terdakwa malah dikirim ke LPKA Lombok Tengah pada tangga 17 September 2022," jelasnya. 



Berangkat dari kondisi ini tambah Ahsahni, terkait hasil sidang pembacaan tuntutan oleh JPU (6 tahun hukuman kurungan penjara), intinya menimbulkan kekecewaan dari korban beserta keluarganya. "Terkait langkah secara prosedural, kami masih menunggu hasil pembelahan terdakwa. Setelah itu, baru kami bisa mengambil suatu kesimpulan," terangnya.



Mewakili pihak korban sambung Ahsahni, sangat berharap hasil putusan nanti tidak boleh dibawah tuntutan. "Ini yang sama kami harapkan," tuturnya. 




Persidangan Kerap Ditunda, Keluarga Korban Ungkap Rasa Kecewa terhadap PN Dompu?



Kekecewaan yang diungkap oleh pihak korban, tidak hanya dalam konteks tuntutan yang disampaikan JPU, tapi juga mengenai kebijakan dan keputusan penundaan terhadap jalannya persidangan. Hal itu, terbukti seperti yang disampaikan Zulfikli (pihak keluarga korban). Ia mengungkap, persidangan sudah beberapa kali mengalami penundaan dengan alasan yang menurutnya sangat tidak masuk akal. 



"Perlu diketahui persidangan sudah berlangsung selama 8 kali dan ditunda selama beberapa kali," ungkapnya, saat memberikan keterangan pers pada sejumlah awak media di kantor PN Dompu. 


Keluarga korban saat memberikan keterangan pers kepada sejumlah media di kantor PN Dompu (dok: Topikbidom.com)



Bahkan yang lebih membingungkan lagi, sampai saat ini pada proses jalannya persidangan, pihak keluarga korban khususnya korban belum pernah diberikan kesempatan untuk memberikan hak keberatan. "Sampai saat ini kami masih tahan tahan saja untuk menyampaikan keberatan. Tapi kalau kondisi seperti terus, maka kami pihak korban tentu merasa dirugikan. Padahal fakta dari kejadian ada banyak yang kami ketahui," katanya. 



Lanjut Zulfikli, intinya dalam berbagai proses yang sedang berjalan ada banyak kejanggalan dan ini tentunya sangat merugikan korban. "Intinya kami menuntut keadilan sesuai dengan fakta dari kejadian kemarin," tuturnya. 



Keluarga Korban Ungkap Kejanggalan terhadap proses penahanan salah satu Terdakwa? 



Pada kesempatan ini, Zulkifli juga mengungkap mengenai kejanggalan proses penahanan salah satu terdakwa yang dititip Kejari Dompu, di ruang tahanan Mapolres Dompu. Berdasarkan fakta yang ia lihat di Mapolres Dompu, salah satu terdakwa itu, bebas berkeliaran di halaman belakang kantor Mapolres Dompu. Bahkan, yang bersangkutan dengan bebasnya menggunakan Telepon Seluler (HP). "Ini sangat tidak masuk akal. Mestinya terdakwa harus mendekam dibalik jeruji ruangan tahanan. Tapi nyatanya, tidak seperti itu," bebernya. 



Tidak hanya itu, sepengetahuan pihaknya itu terdakwa seharusnya ditahan di Rutan Dompu (bukan di ruang tahanan Mapolres Dompu,red). Apalagi, perkara ini sedang dalam proses persidangan. "Kami minta pihak Kejari Dompu, segera menempatkan terdakwa itu ke Rutan Dompu," pintanya. 



Zulkifli kembali ungkap fakta kejanggalan proses Hukum? 



Perlu diketahui, bahwa pada kejadian penganiayaan berat kemarin yang mengakibatkan Briptu Ari Laswardi Pratama mengalami luka bacok hingga mengalami cacat fisik secara permanen dibagian kaki dan beberapa luka lainnya. Tapi juga, Ratu Devi Yeni (istri Briptu Ari Laswardi) ikut menjadi korban penganiayaan berat yakni di pukul, bahkan diinjak perutnya. Apalagi, saat itu yang bersangkutan (Ratu Devi Yeni) dalam posisi hamil dan tak lama lagi mau melahirkan anak keduanya. Bahkan, perilaku kekerasan (tidak pidana) itu disaksikan juga anak pertamanya yang masih kecil. 


Inilah kondisi Briptu Ari Laswardi Pratama (korban), saat menghadiri persidangan di PN Dompu (dok: Topikbidom.com)



Namun, sayangnya setelah beberapa pekan kejadian itu, Ratu Devi Yeni, diwakili dirinya selaku orang tua hendak mau memasukan laporan kepada penegak hukum terkait kasus penganiayaan tersebut. Tapi, laporan itu malah diduga ditolak dengan alasan yang tidak masuk akal. "Kalau begini caranya, bagaimana kami mendapatkan keadilan. Bahkan, berbagai proses penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus ini tempo dulu tidak diberikan kabar kepada korban dan keluarga," ungkapnya lagi. 



Padahal, akibat kejadian itu Ratu Devi Yeni tidak hanya mengalami kekerasan yang sangat berat, tapi berdampak pada anak yang dilahirkan. "Setelah lahir, cucu saya itu (bayi Ratu Devi Yeni) mengalami luka bolong pada bagian jantung. Hal ini, terbukti berdasarkan hasil ronsen di rumah sakit. Kondisi ini, tentunya akibat pada saat kejadian perut Ratu Devi Yeni diinjak beberapa kali," bebernya lagi. 



Yang lebih membuat luka mendalam dialami semua keluarga, yakni kondisi anak pertama Ratu Devi Yeni, mengalami trauma yang luar biasa karena saat kejadian disaksikan langsung oleh anak se-Kecil itu. 



"Dampak dari kejadian itu, membuat anak itu menjadi trauma berat. Bahkan, jika mendengar suara orang ribut, dia pasti berlari dan bersembunyi. Saat ini,  kami keluarga terus mendampingi anak itu dan membawanya ke tempat-tempat bermain dan lain-lain, untuk menghilangkan rasa trauma yang dialami. Tapi sampai sekarang trauma yang dirasakan belum juga hilang," kata Zulkifli, sembari meneteskan air mata hingga mengakhiri keterangan persnya pada sejumlah awak media. 



Sebelumnya, berdasarkan pantauan langsung media ini, Selasa (27/9/2022) berlangsung persidangan atas perkara tersebut di PN Dompu. Sidang ini berlangsung dengan agenda pembacaan tuntutan oleh JPU. Namun sidang ini, pun tidak berlangsung lama karena Majelis Hakim memutuskan untuk menunda persidangan dan akan dilanjutkan pada hari Selasa 4 Oktober 2022, dengan lanjutan agenda lainnya. 



Penundaan persidangan ini, pun kembali menimbulkan reaksi kekecewaan yang diungkap korban beserta keluarganya. "Sidang kerap kali mengalami penundaan, ada apa ini. Jangan buat kami seperti ini, kami minta keadilan harus ditegakkan setegak-tegaknya," ungkap ibu kandung korban (Briptu Ari Laswardi Pratama) sembari menangis. 


Ibu kandung korban Briptu Ari Laswardi Pratama, didampingi para pihak terlihat menangis karena rasa kecewa terhadap berbagai proses hukum dan persidangan atas perkara tersebut (dok: Topikbidom.com)



Ia, pun mengungkap ada banyak kejanggalan mulai dalam proses penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus ini. "Kami merasa ada banyak kejanggalan terhadap proses hukum kasus yang menimpa anak, menantu dan cucu-cucu saya. Jangan buat kami seperti ini, dimana lagi kami harus mengadu untuk menuntut keadilan yang seadil-adilnya," tandasnya. RUL