Jangan Salah Menterjemahkan Kebijakan Biaya SKBS

Kategori Berita


Iklan Semua Halaman

.

Jangan Salah Menterjemahkan Kebijakan Biaya SKBS

Senin, 01 Juni 2020

Oleh : Imran SH

Polemik yang berkembang akhir - akhirnya ini terkait kebijakan Bupati Dompu terhadap penerapan biaya Surat Keterangan Berbadan Sehat (SKBS) RP 5 Juta yang dianggap sangat berat dan  menjadi fenomena (viral) saat ini di media sosial. Berbagai elemen masyarakat ikut bicara, mulai dari LSM, Tokoh pemuda, masyarakat dan legislator penghuni jalann Soekarno Hatta.

Memang sangat dipahami setiap kebijakan pemerintah yang menyangkut urusan orang banyak akan memunculkan banyak tanggapan dan kritikan. Tentu saja ada yang pro dan kontra, namun kalau boleh saya memaknai bahwa itusemua adalah bagian dari kepedulian dan perhatian eleman masyarakat terhadap kebijakan pemerintah dalam mengawal serta mengawasi demi meluruskan dan menyempurnakan setiap kebijakan pemerintah.

Dalam tulisan ini saya mencoba untuk sedikit mengurai dan memaknai kebijakan pemerintah tentang biaya SKSB tersebut.

SKBS adalah Surat Keterangan Berbadan Sehat. Surat ini bertujuan untuk mempermudah bepergian keluar daerah bagi warga masyarakat dompu dan hingga kembali lagi ke daerah.

Karena kalau tidak memiliki surat SKSB tersebut maka akan sulit melakukan perjalanan keluar daerah. Terkecuali bagi warga masyarakat dompu yang bertujuan menetap dalam waktu yang cukup lama seperti mahasiswa atau pelajar.

Dalam menerapkan surat SKBS tersebut muncul kebijakan pemerintah Kabupaten Dompu yaitu memberlakukan biaya sebesar RP 5 Juta. Biaya ini memang mahal dan sangat dirasakan mahal.

Tapi nanti dulu, perlu diketahui dulu apa ini murni biaya administrasi atau retribusi untuk mendapatkan surat SKBS atau bagaimana.

Oh ternyata tidak, biaya sebesar RP 5 juta tersebut bukanlah murni biaya administrasi ataupun retribusi karena pengertian biaya administrasi atau retribusi sebagaimana yg dijelaskan dalam UU NO.28 Thn 2009 retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembiayaan atas jasa atau pembiayaan ijin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk keperluan orang pribadi atau badan.

Maksudnya adalah sebagaimana dijelaskan oleh bapak Bupati Dompu, bahwa kebijakan pemerintah dompu terkait biaya RP 5 Juta itu bukanlah murni sebagai pungutan pemerintah atas biaya SKBS.

Karena uang tersebut, sebagai prasyarat untuk melakukan tes kesehatan yang selanjutnya bila sehat diberikan surat SKBS sebagai salah satu dokumen wajib yang harus dikantongi bagi setiap warga masyarakat dalam melakukan perjalan keluar daerah selama situasi pandemi Covid-19 ini.

Dan bila sudah selesai melakukan perjalanan keluar daerah maka warga masyarakat tersebut wajib melakukan tes lagi untuk mengetahui apakah kembali ke daerah dalam keadaan sehat atau terjangkit virus covid-19.

Dan disaat melakukan tes kembali setelah keluar daerah itulah biaya RP 5 Juta itu akan dikembalikan, artinya uang tersebut tidak lenyap, tidak hangus atau tidak masuk menjadi pendapatan daerah tetapi melainkan dikembalikan lagi kepada pemiliknya.

Lalu apa yang dipermasalahkan dan apa ini bentuk kebijakan yang tidak pro rakyat? 

Mari kita mencoba menterjemahkan dengan arif kebijakan biaya RP 5 Juta  tersebut. Sesungguhnya kata kuncinya yang harus kita lingkari dalam mendiskusikan SKBS itu bukanlah besaran uang yang RP 5 Juta itu, akan tetapi semangat pemerintah kabupaten Dompu dalam menahan laju penyebaran covid-19.

Karena penerapan kebijakan biaya SKBS itu hanyalah fiktif dan tidak untuk  pungutan. Kalau boleh saya  mengistilahkan bahwa uang RP 5 Juta itu sebagai kartu kontrol. Kartu kontrolnya, dibawa dan diserahkan (uang 5 juta) itu saat periksa kesehatan mau mendapatkan SKBS itu dan kartu kontrolnya (uang 5 juta) tersebut diambil kembali saat tes kesehatan sekembalinya perjalanan dari luar daerah, jadi clear.

Apa maksudnya kebijakan ini ?

Menurut saya ini adalah strategi pemerintah daerah dalam mendeteksi penyebaran Covid-19, sekaligus mencegah penyebarannya. Jangan sampai kita yang keluar daerah membawa virus ke daerah lain. Begitu juga sebaliknya jangan sampai kita kembali dari daerah orang membawa masuk Covid-19.

Kenapa langkah ini penting dilakukan?

Saat ini pemerintah Kabupaten Dompu terus berupaya memacu utk menjauhi zona merah covid-19 dan berlari dengan kencang mendekati zona aman. Hal ini ditandai dengan dilakukannya rapid test hampir di seluruh wilayah kabupaten Dompu.

Alhamdulilah hasilnya negatif, kita ini tinggal selangkah lagi sampai pada puncak untuk mengibarkan bendera kemenangan sukses melawan dan meredam laju covid-19 di Kabupaten Dompu.

Dasar itulah jangan sampai kerja keras para tim relawan di desa, kelurahan, tim medis dan lainnya serta tim gugus percepatan penanganan Covid-19 Kabupaten Dompu yang selama ini terus berjibaku melawan covid-19 rusak dan buyar gara gara kita tidak patuh terhadap himbauan dan kebijakan Pemerintah Dompu.

Menekan laju keluar daerah dengan pembebanan penitipan sementara biaya RP 5 juta itu adalah tindakan konkrit dari pemerintah karena kalau tidak demikian sangat berbahaya dan sangat susah mengontrolnya. Dalam daerah saja sangat susah mengontrolnya dan mengawasinya dengan disuruh diam di rumah, apa lg di luar daerah.

Jadi menurut pandangan saya, bahwa pemberlakuan biaya RP 5 Juta itu tidak salah dan seyogyanya mari kita jangan salah menterjemahkannya. Biaya RP 5 Juta itu memang akan terasa berat kalau murni pungutan tapi  biaya itu akan dikembalikan lagi kepemiliknya jadi tidak ada yang perlu dipolemikkan.

Mari kita dukung upaya pemerintah dalam pencegahan dan melawan covid-19 ini. Saat ini pemerintah Kabupaten Dompu sedang siap untuk menyambut new normal life normal baru kehidupan. Artinya, kita kita memulai dengan aktivitas kantor, perekonomian dan aktivitas lainnya, sehingga jangan lagi resah dan gelisah terhadap ancaman covid-19, namun kita tetap harus waspada. (*)

(Penulis : Imran SH adalah Kasi Pengembangan Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (DPMPD)  Kabupaten Dompu)